10 May 2010

Bela Negara

Siapa suruh datang Pakatto, Siapa suruh datang Pakatto….
Sendiri suka, sendiri suka, Aduh…. Enak e….


Lagu ini terdengar berkali-kali..mengiringi langkah gontaiku siang itu. Ada yang menyanyikan dengan ragu, ada yang bernyayi dengan lantang. Ada yang bernyanyi sambil tersenyum manyun namun ada juga yang memilih diam. Sembari merenungi diri, mengapa harus berada ditempat ini (dan aku lebih memilih masuk ke golongan ini) ??? Ada pula yang senang karena obsesi menjadi tentara yang tidak kesampaian bakal tercapai, walaupun cuma sesaat, Namun ada juga yang mendongkol karena kedatangan disambut dengan rute jalan kaki yang lumayan jauh di saat matahari bersinar terik.

14, 13, 12….10….5, 4, 3, 2, 1……Begitulah hitungan mundur yang aku lakukan. Selalu terucap setiap hari, berharap ada mukjizat hingga hitungan bisa melompat dari 10 langsung ke 2. Berusaha untuk menerima, menikmati atau apapun namanya. Atau mungkin lebih tepatnya hanya berusaha untuk menjalaninya. Ditemani waktu yang memang terus berjalan.
Maksud dan tujuan dari kegiatan ini sebenarnya cukup baik. Tujuannya adalah untuk bina mental (entah mental seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan). Program yang dipilih adalah Bela Negara. Menjadi pasukan cadangan militer kalau-kalau negara dalam kondisi perang. Paling tidak, dengan alasan kami telah mendapat pengetahuan awal dan dasar mengapa kedaulatan suatu negara harus dijaga selama 2 minggu, kesadaran itu bisa terbentuk. Sungguh mulia bukan??? Kira-kira seperti itulah maksud dan tujuannya.. Atau, kalaupun itu terdengar terlalu muluk, paling tidak selama 2 minggu kami bisa belajar untuk lebih disiplin (lagi).
Tempat ini sebenarnya pun adalah cerminan dari negara ini. Sebuah bagian kecil namun sangat jelas menggambarkan bagaimana kondisi Indonesia sebenarnya. Di sana mau tidak mau, langsung tidak langsung, aku belajar untuk memandang segala sesuatu dari sudut yang sedikit berbeda. Belajar dari pasukan negara yang siap membela bangsa dan negara. Yang seharusnya tidak hanya membela dengan senjata dan tenaga tapi juga harus dengan pikirannya, dengan wawasan yang dimiliki. Rasanya jarang menjumpai tentara yang menjadikan buku-buku cerdas sebagai referensinya dalam mengajar dikelas, yang wawasannya luas dan rajin membaca. Tentara cerdas yang bukan hanya sekedar bersuara lantang saat baris-berbaris, bersuara indah saat bernyanyi atau lincah saat berjoget. Dahagaku pun tak terpuaskan lagi. Bahkan untuk sekedar jawaban mengapa harus ada disinipun masih agak sukar untuk dimengerti.

14, 13, 12….10….5, 4, 3, 2, 1……begitulah hitungan mundur yang kami lakukan. Selalu terucap setiap hari, berharap ada mukjizat hingga hitungan bisa melompat dari 10 langsung ke 2.
Hadap kanan, hadap kiri. Balik kanan menjadi teman yang sangat akrab. Kamipun mulai dapat berjalan dengan tegak. Hormat kepada sesama. Belajar menghadapi dinamika yang terjadi dalam kelompok. Belajar menghargai keputusan bersama sekalipun sangat bertentangan dengan pribadi. Walaupun merasa miris, saat mendengar seorang kawan dalam sebuah pertemuan lantas dengan santainya berkata “ Jangan sok idealis lah, bukan saatnya disini”. Bukankah idealis memang harus berwujud, bukan hanya terori yang tinggal mengendap di kepala. Lalu kenapa harus selalu mengalah kepada mayoritas. Arghhhh….Atau mungkin mental seperti ini kah yang dimaksudkan??

4, 3, 2, 1…..Dan semuanya terlewati.. Berlalu bersama waktu. Tanpa banyak jejak yang tersisa. Dan memang kurasa tak perlu banyak kisah yang tercipta. Cukuplah seragam ini dan selembar kertas. Itu saja sudah cukup………

No comments: