Akhir tahun lagi nih. Hari ini ada peringatan satu tahun bencana tsunami. Benar benar tak terasa ya dah setahun lagi. Masih ingatkan??? Tentunya masih ingat dong. Bencana besar abad ini yang berhasil merenggut sekitar + 300.000 jiwa rakyat Aceh. Itu hanya di Aceh lho. Belum negara – negara lain yang juga terkena bencana maha dahsyat ini. Satu hari ini air mataku terkuras habis. Hampir semua stasiun televisi menayangkan betapa dahsyatnya tsunami di Aceh setahun yang lalu. Dengan berbagai angel penayangan tentunya. Ya. Begitulah kita, manusia, dengan segala ketidak berdayaan yang kita miliki bahkan mungkin kita bangga – banggakan. Ketika Allah SWT berkehendak, jadi maka jadilah. Ternyata kita adalah makhluk hina yang tidak memiliki apa – apa. Lantas apa yang kita sombongkan? Apa yang sebenarnya membuat kita harus angkuh? Semuanya nothing. Pokoknya nothinglah. Atau mungkin karena nothing itulah kita kemudian menjadi rakus. Ingin memiliki semuanya.
Di salah satu stasiun televisi ada sebuah acara yang menanyangkan sebuah tayangkan dengan judul Aku Ingin Menjadi sebatang Pohon. Ini juga merupakan judul dari salah satu puisi seorang anak Aceh yang mengalami sendiri bagaimana dahsyatnya tsunami. Pohon...Hmmm...sebatang pohon. Ya. Karena pohonlah yang ternyata bisa tetap berdiri dengan kokoh saat tsunami menerjang. Akarnya yang menghujam ke bumi benar – benar membuatnya bisa tetap tegak dan menjadi tempat penyelamatan bagi korban. Bahkan kebanyakan dari korban yang selamat adalah mereka yang tersangkut dipohon atau berhasil mencapai sebatang pohon saat diseret arus air. Kalau kita mau mencoba menengok lebih dalam lagi, pohon memang diciptakan Allah dengan berbagai macam manfaat. Memberi guna dengan tulus bahkan tak bisa berkata apa – apa saat harus ditebang oleh orang – orang yang serakah atas nama hajat hidup orang banyak katanya. Bahkan Unzo,salah satu tokoh dalam serial Endless Love pun ingin menjadi sebatang pohon. Sebatang pohon besar yang tidak bisa dipindah – pindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Agar tak terpisah dengan orang – orang yang dikasihinya.
Dan kini tinggallah orang – orang Aceh yang mau tidak mau, suka tidak suka harus kuat untuk menghadapi kenyataan, mulai meyusun lagi kepingan- kepingan puzzle yang berserakan. Tetap berusaha merajut kenangan indah (tapi mungkin menyiksa) bersama orang – orang yang dicintainya dan telah tiada karena keganasan tsunami. Karena ternyata hanya dengan kenanganlah kita bisa sedikit menyelami masa lalu untuk sekedar melihat, mengingat dan kemudian menjadikannya cambuk untuk tidak hanya sekedar berdiri. Tapi harus mampu berlari dan terbang menembus cita – cita, harapan, keyakinan, tujuan hati atau apalah namanya.
No comments:
Post a Comment