15 October 2011

Luka Lama

Hari ini cerah. Langit cerah. Mata saya cerah. Hati saya juga (harus) cerah. Maka saya pun memulai Sabtu ini dengan baju berwarna cerah. UNGU TUA. Cerah???? Are u sure??? Pokoknya cerah saja lah *maksa*… Sebenarnya ada yang sedikit berbeda di Sabtu ini. Apa ya???? Hm……saya berjalan tanpa seseorang disamping saya. D.I.N.A. Dina, dinaaaa…..yuhuiiiiiiiii….where are u cintahhhh????? Apa kabarmu disana??? Disini aku tetap berusaha berjalan meski tertatih-tatih *lebay*.


Hari ini ada dua misi penting yang harus dituntaskan. Pertama, menuntut Ilmu. Ilmu apa???? Yang jelas bukan ilmu hitam. Dan yang kedua adalah mencari kain. Ya kain, bahan baju. Persiapan pernikahan sahabat saya yang tercantik. Haryani S. Tumada. Congratulation sayangggggg. Doakan saya eh.. kita semua menyusul. Amin. Amin Amin Ya Rabbal Alamin. Tapi kali ini saya tidak akan membahas dua misi tersebut. Karena ceritanya akan sangat panjang. Apalagi untuk misi yang kedua. Diperlukan tenaga ekstra dan waktu hampir dua hari dua malam untuk menyelesaikannya *nah lho akhirnya cerita juga*.


Hari ini cerah. Seperti biasa, saya selalu bepergian dengan menggunakan Public Transportation (PT) alias pete-pete. Hari ini saya benar-benar memaksa hati saya untuk cerah. Naik pete2, dapat tempat favorit, samping pintu tapi lupa bawa masker. Diperempatan, ada seorang ibu sambil menelpon dengan hapenya *ya iyalah, masa hape sopir pt2* naik dan duduk tepat didepan saya. Ops…saya kenal dengan ibu ini. Siapa ya??? Aduh, saya kayaknya kenal dengan ibu ini *bentur-benturin kepala ke dinding*... Ya, ibu ini teman kerja Bapak dulu. Tapi namanya siapa ya??? Ndak ingat. *benturin lagi kepala ke dinding. ndak ngefek. pinjam obeng sopir buat ngaduk2 isi kepala, siapa tau bisa ingat. tetap ndak ingat*. Pasrah. Mau tegur takut salah.


Tapi Tuhan berkata lain, saat tatapan mata kami berdua bertemu, ibu itu refleks mukul lengan saya.


Ibu : “Anaknya Om Salamang kan??”


Saya : “Iya tante, betul” *tuh kan dari dulu saya bilang, kalau saya terkenal*


Ibu : “Ani ya… namanya Ani kan??”


Saya : “Hm….saya Alfia tante, kalau Ani, itu nama ibu saya.” *lap keringat*


Ibu : “Oh, iya ya.. Tante ingatnya nama ibu kamu.” *mikir*

“Berarti kamu yang ditangannya ada bekas luka kan?? Coba sini tante liat.” *narik-narik tangan kiri saya*


Saya : “Oh, ini dulu tante yang jahit ya??. Masih ada kok bekasnya tante”

*dengan terpaksa ngasih tangan kiri, liatin jahitan yang meninggalkan bekas dijari telunjuk*


(Berasa dalam adengan pertemuan anak dan ibu yang sudah lama berpisah, dan berhasil bertemu dengan memastikan ciri-ciri khusus sang anak).


Pantasan saya berasa sangat kenal. Saya ternyata pernah memiliki hubungan yang cukup erat walaupun cuma sesaat *cieeeee*, pasien dan dokter. Ternyata ini dia orangnya yang membuat “cacat” jari telunjuk saya. Jadi singkat cerita, jaman dahulu kala, saya memang gemar memegang pisau *bakat2 tukang jagal ayam*. Coba-coba mengiris kedondong, ala-ala cheff queen, ternyata telunjuk saya ikut teriris. Lumayan parah karena berhasil membuat sebagian dagingnya menggelantung dan membuat panik. Walhasil hal ini membuat saya sempat trauma dengan para suster dan dokter yang juga sangat bersusah payah menyatukan kembali daging di jari saya. Dan sebenarnya semua sudah baik, jari saya tetap utuh dan berfungsi normal. Hanya saja ada bekas jahitan yang tersisakan. Menjadi tanda kalau-kalau saja suatu saat saya hilang . Hahaha.


Dan seperti hari ini. Ibu di depan saya menjadi sangat yakin. Kalau saya ini, benar, anak teman lamanya karena bekas LUKA LAMA ini.



1 comment:

Miss U said...

nyapa cuma untuk bilang... "oiii... kayak kenal =P"