Penulis : Jamal
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
240 hlm
20 cm
Rp. 29.500
Saat buku ini dah ada ditangan dan siap dibaca, saya pikir hal pertama yang harus saya lakukan adalah menemukan arti ’dong mu’. Sayangnya sampai halaman terakhir saya belum juga menemukannya. Karena penasaran terpaksa saya mengulang membaca dari awal (hehehe). Dan saat membaca yang kedua kalinya inilah baru saya menemukan bahwa ’dong mu’ merupakan istilah dalam bahasa Korea yang sama artinya dengan kamerad atau comrade. Tuh kan, berarti saya harus membuka lagi kamis inggris-indonesianya John M. Echols. Dan akhirnya..... Ooo... dong mu = comrade = kawan, sahabat, saudara seperjuangan.
Mungkin Jamal ingin menceritakan bagaimana kisah ’persahabatan’ Korea Utara dan Korea Selatan. Atau mungkin juga bagaimana kisah persaudaraan orang-orang rantau yang jauh dari tanah airnya. Yang jelasnya buku ini sarat dengan ilmu pengetahuan. Mulai dari tenaga nuklir hingga hubungan politik. Semua disajikan dengan apik.
Namun dari sekian banyak tokoh, ada tiga tokoh dalam buku ini yang kemudian menarik perhatian saya yaitu:
- Herman_orang Indonesia yang sangat cinta dengan negaranya, yang setelah lulus dari program master bidang Fisika kuantum dari Departemen Fisika Univ. Tokyo kembali ke Indonesia untuk bekerja sebagai tenaga ahli di Badan Tanaga Nuklir Nasional (BATAN). Perjalanan waktu membawanya menjadi staff IAEA, salah satu badan PBB yang bergerak dalam bidang per’nuklir’an dunia. Namun sebesar apapun cinta Herman pada tanah airnya, Indonesia, toh ia tetap memilih untuk bekerja di IAEA yang sebenarnya juga selalu memberikan tekanan terhadap negara-negara berkembang di dunia (tak terkecuali Indonesia).
- Robert Campell_agen CIAnya Amerika yang sudah sangat muak dengan negaranya itu. Dia bahkan merasa dihianati dengan berbagai kebijakan yang telah dibuat oleh negaranya. Namun seberapa muaknya ia dengan negaranya ia tetap bisa bertahan bahkan sebagai agen CIA.
- Koh Chol Hyon_warga negara Korea Utara yang bekerja sebagai ahli nuklir dalam bidang militer. Tidak suka dengan idealisme negaranya yang komunis, dan meminta suaka pada negara Korea Selatan. Namun karena berbagai hal yang berhubungan dengan politik tidak dapat tercapai. Setelah melalui berbagai rintangan akhirnya ia berhasil juga pindah dan menjadi warga negara Korea Selatan .
Dari pergulatan jiwa ketiga tokoh ini, saya kemudian belajar banyak tentang bagaimana nasionalisme itu harus dijalankan. Ada banyak pilihan memang. Dan kita dituntut untuk harus memilih.
No comments:
Post a Comment