09 March 2013

Ternyata Pernikahan Adalah Perkara Keberanian


Sudah seminggu ini rumah bagi saya hanya sebatas kamar. Pulang larut dari kantor, masuk kamar, tidur, bangun dan kantor lagi. Rumah sepi. Ibu dan Bapak sedang melakukan perjalanan ke Kendari, Sulawesi Tenggara. Menuju ke kota ini sebenarnya bisa ditempuh dengan pesawat, 1 jam perjalanan. Namun kali ini Bapak dan Ibu memilih melakukan perjalanan dengan bus. Kata Bapak lebih asyik, bisa melewati banyak daerah baru, liat-liat pemandangan baru. Akhirnya perjalanan 1 jam inipun ditempuh 12 jam lebih. Dan sayapun mendapat tugas untuk menjemput Bapak dan Ibu di Malili, ibukota kabupaten Luwu Timur. Karena bus yang mereka tumpangi hanya mengantar sampai daerah Malili saja.
Bapak dan Ibu pulang. Pulang dengan membawa banyak sekali cerita. Cerita yang bahkan semalampun tidak akan pernah selesai. Mulai dari perjalanan yang panjang, melihat jembatan yang membelah lautan, kebun kelapa yang sangat panjang, mobil yang mogok sampai empat jam hingga cerita tentang kota Kendari yang semakin ramai saja.
Maksud dan tujuan mereka berdua ke Kendari sebenarnya untuk menghadiri pernikahan sepupu saya. Dan Bapak lah yang menjadi wali dalam pernikahan itu, karena saudara sepupu saya itu adalah seorang yatim. Kisah pernikahan sepupu saya ini pun sungguh sangat panjang dan berliku. Sepupu saya ini merupakan perempuan yang sangat sabar, taat dan tangguh. Seorang bidan yang tergabung dalam sebuah organisasi Islam. Allah pun memberikan petunjukNya dengan memberikan keyakinan dan kemampuan unutk mengamalkan keyakinan yang sangat kuat terhadap islam. Pun kemudian beliau bertaa’ruf dengan laki-laki yang sederhana namun sangat paham dengan agama. Meskipun ada banyak tantangan termasuk dari keluarga yang merawatnya sejak kecil karena berbagai alasan. Dan karena ini sudah menyangkut keyakinan, maka memang harus diperjuangkan. Lanjut kisah, pernikahan inipun akhirnya berlangsung. Berlangsung dengan sederhana namun sangat hikmat kata Ibu. Senang rasanya akhirnya bisa melihat ending yang bahagia ini. Akhir yang memang seharusnya bahagia seperti ini. Ya, panjang dan berliku namun menemukan tujuannya. Mengharu biru. Selamat berbahagia saudaraku. Insya Allah akan berberkah pernikahannya.
Siang inipun saya mendapat undangan dari teman sekaligus adik Merlyn Haerunisa. Perempuan yang kemudian memutuskan untuk memeluk agama islam tiga bulan yang lalu. Perempuan yang kemudian dengan berani memperjuangkan cinta yang menurutnya memang layak untuk diperjuangkan. Selamat berbahagia adik Haerunnisa, bukankah memang semuanya harus berakhir bahagia seperti ini.  

Ternyata pernikahan adalah perkara keberanian....

"Ternyata pernikahan adalah tentang sebuah keberanian. Pernikahan butuh keberanian yang luar biasa untuk kemudian mengambil langkah untuk maju. Kalau sudah berani mi ki, kiri kanan atas bawah insya Allah akan mendukung (mengutip bbm sahabat saya Haryati Harnang siang itu)."
Tulisan ini semata-mata bukan karena kegalauan saya yang belum menikah.
Dan pun bukan karena kegalauan saya yang ternyata masih bertanya-tanya : Beranikah Saya?? 
*Hmmm....Tidak, Belum.....

No comments: