Sudah seminggu ini rumah bagi saya
hanya sebatas kamar. Pulang larut
dari kantor, masuk kamar, tidur, bangun dan kantor lagi. Rumah sepi. Ibu dan
Bapak sedang melakukan perjalanan ke Kendari, Sulawesi Tenggara. Menuju ke kota
ini sebenarnya bisa ditempuh dengan pesawat, 1 jam perjalanan. Namun kali ini
Bapak dan Ibu memilih melakukan perjalanan dengan bus. Kata Bapak lebih asyik,
bisa melewati banyak daerah baru, liat-liat pemandangan baru. Akhirnya
perjalanan 1 jam inipun ditempuh 12 jam lebih. Dan sayapun mendapat
tugas untuk menjemput Bapak dan Ibu di Malili, ibukota kabupaten Luwu Timur. Karena
bus yang mereka tumpangi hanya mengantar sampai daerah Malili saja.
Bapak dan Ibu pulang. Pulang dengan membawa banyak sekali cerita. Cerita
yang bahkan semalampun tidak akan pernah selesai. Mulai dari perjalanan yang
panjang, melihat jembatan yang membelah lautan, kebun kelapa yang sangat
panjang, mobil yang mogok sampai empat jam hingga cerita tentang kota Kendari
yang semakin ramai saja.
Maksud dan tujuan mereka berdua ke Kendari sebenarnya untuk menghadiri
pernikahan sepupu saya. Dan Bapak lah yang menjadi wali dalam pernikahan itu,
karena saudara sepupu saya itu adalah seorang yatim. Kisah pernikahan sepupu
saya ini pun sungguh sangat panjang dan berliku. Sepupu saya ini merupakan
perempuan yang sangat sabar, taat dan tangguh. Seorang bidan yang tergabung
dalam sebuah organisasi Islam. Allah pun memberikan petunjukNya dengan memberikan
keyakinan dan kemampuan unutk mengamalkan keyakinan yang sangat kuat terhadap
islam. Pun kemudian beliau bertaa’ruf dengan laki-laki yang sederhana namun
sangat paham dengan agama. Meskipun ada banyak tantangan termasuk dari keluarga
yang merawatnya sejak kecil karena berbagai alasan. Dan karena ini sudah
menyangkut keyakinan, maka memang harus diperjuangkan. Lanjut kisah, pernikahan
inipun akhirnya berlangsung. Berlangsung dengan sederhana namun sangat hikmat
kata Ibu. Senang rasanya akhirnya bisa melihat ending yang bahagia ini. Akhir
yang memang seharusnya bahagia seperti ini. Ya, panjang dan berliku namun
menemukan tujuannya. Mengharu biru. Selamat
berbahagia saudaraku. Insya Allah akan berberkah pernikahannya.
Siang inipun saya mendapat undangan dari teman sekaligus adik Merlyn
Haerunisa. Perempuan yang kemudian memutuskan untuk memeluk agama islam tiga
bulan yang lalu. Perempuan yang kemudian dengan berani memperjuangkan cinta
yang menurutnya memang layak untuk diperjuangkan. Selamat berbahagia adik Haerunnisa, bukankah memang semuanya harus
berakhir bahagia seperti ini.
Ternyata pernikahan adalah perkara keberanian....
Ternyata pernikahan adalah perkara keberanian....
"Ternyata pernikahan adalah
tentang sebuah keberanian. Pernikahan butuh keberanian yang luar biasa untuk
kemudian mengambil langkah untuk maju. Kalau sudah berani mi ki, kiri kanan
atas bawah insya Allah akan mendukung (mengutip bbm sahabat saya Haryati
Harnang siang itu)."
Tulisan ini semata-mata
bukan karena kegalauan saya yang belum menikah.
Dan pun bukan karena kegalauan saya yang ternyata masih bertanya-tanya : Beranikah Saya??
*Hmmm....Tidak, Belum.....
Dan pun bukan karena kegalauan saya yang ternyata masih bertanya-tanya : Beranikah Saya??
*Hmmm....Tidak, Belum.....
No comments:
Post a Comment